Rabu, 16 November 2011

POLA KEBIJAKAN PENDIDIKAN GRATIS

I.       PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perkembangan negara dari masa ke masa tidak hanya sebagai alat untuk mempertahankan harga diri bangsa di mata dunia, melainkan juga berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakatnya, yaitu tingkat kesejaheraan masyarakat. Begitu juga dengan negara berkembang seperti Indonesia, sudah menjadi pekerjaan tetap bagi pemerintah yang berkuasa dari periode ke periode untuk menjamin kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berhubungan langsung dengan indikator perkembangan suatu negara.
Namun bukan hal yang mudah juga bagi pemerintah kita dalam menuntaskan tugas berat tersebut. Kompleksitas masalah yang muncul, menjadi tantangan berat untuk dicarikan solusinya. Tekanan perekonomian dunia, heterogenitas penduduk, inflasi, ketahanan pangan, sumber daya manusia yang rendah, yang berujung pada pengangguran dan kemiskinan, semakin memperparah keadaan bangsa. Salah satu solusi ampuh yang ditawarkan untuk mengatasi kompleksitas permasalahan tersebut sesuai dengan amanat UUD 1945 adalah membangun manusia Indonesia seutuhnya melalui pendidikan. Masih ingatkah anda, bagaimana Jepang bangkit dari keterpurukan setelah kejadian bom atom hiroshima dan menjadi salah satu negara adidaya di dunia, serta bagaimana Malaysia menjadi strategyc country di asia tenggara, kuncinya adalah Human Resource Development melalui basis pendidikan.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia sudah dimulai sejak zaman penjajahan, bahkan pendidikan memegang peranan penting dalam merebut dan mempertahankan kemerdekakan Indonesia, banyak lembaga pendidikan yang didirikan pada saat itu antara lain Perguruan Taman Siswa dan Perguruan INS Kayu Tanam. Namun tak sedikit juga masalah yang timbul untuk pengembangan pendidikan, pemerataan pendidikan, banyaknya daerah-daerah terisolir, pendanaan, serta infrastruktur yang tak memadai.
Memasuki masa orde baru, pembangunan infrastruktur telah mulai dilaksanakan walaupun belum merata untuk seluruh kawasan di Indonesia. Pendidikan telah mulai banyak dirasakan bukan hanya oleh kalangan kelas atas. Banyak program-program pemerintah yang telah menyentuh pengembangan dunia pendidikan, pemberian beasiswa bagi siswa tak mampu dan berprestasi, diklat-diklat bagi guru, pencanangan wajib belajar 9 tahun, dan sebagainya.

 
Menjelang berakhirnya masa orde baru dan pada masa reformasi, akibat tekanan perekonomian dunia, Indonesia pun terkena dampak monetary crisis. Pemerintah harus memutar otak bagaimana menyiasati deficit anggaran yang terjadi dengan meninjau ulang anggaran Negara melalui APBN-P (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Perubahan) yaitu pemerintah melakukan efisiensi dengan memangkas biaya-biaya pada Anggaran Belanja Negara, yang salah satunya berimbas pada rendahnya anggaran belanja untuk pendidikan. Belum lagi dampak  monetary crisis ini yang berdampak langsung pada masyarakat, banyak perusahaan yang melakukan restrukturisasi dengan melakukan PHK massal yang berarti pengangguran semakin meningkat, inflasi, income perkapita penduduk yang rendah yang berujung pada meningkatnya jumlah kemiskinan di Indonesia. Tentu tak berakhir sampai disitu saja, kemiskinan akan berdampak pada banyak hal, salah satunya adalah banyak anak usia sekolah yang terpaksa putus pendidikan.
Dari kompleksitas permasalahan tersebut pemerintah berusaha mengkaji, inti permasalahan, bagaimana masyarakat tidak mampu bertahan menghadapi monetary crisis yang terjadi adalah rendahnya skill masyarakat. Dari inti permasalahan tersebut serta mencermati kondisi perekonomian masyarakat, pembangunan sumber daya manusia hanya dapat dilakukan melalui program pendidikan gratis sebagai solusi jangka panjang.

 
 Perbaikan perekonomian oleh pemerintah-pemerintah yang berkuasa pada masa reformasi semakin  menunjukkan hasil, penguatan nilai mata uang rupiah, semakin banyaknya investor yang masuk ke Indonesia, income perkapita penduduk serta gross national product yang semakin meningkat, membuat pemerintah mampu menata kembali anggaran belanja Negara yang lebih berpihak pada masyarakat miskin, yaitu pendidikan merupakan salah satu sector yang diprioritaskan.
Pendidikan gratis yang walaupun pada awalnya merupakan produk politis semata, namun keseriusan pemerintah dalam mengelola program tersebut patut mendapat apresiasi. Satu yang perlu dicermati oleh perangkat-perangkat yang terkait langsung dengan program ini adalah bagaimana menjaga program pendidikan gratis ini sebagai hak pelayanan dasar masyarakat mampu berkesinambungan, apalagi dihadapkan pada siklus sepuluh tahunan monetary crisis yang berdampak langsung pada kondisi keuangan Negara kita. Selain itu, perlu dicermati juga bagaimana efektivitas program ini terhadap keberpihakan pada masyarakat miskin sebagai pondasi dasar diadakannya program pendidikan gratis ini.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka yang menjadi masalah pokok pada penulisan ini adalah:
“Apakah pola kebijakan pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah sudah efektif dan efisien?"

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pola kebijakan pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah melalui pendekatan kajian pustaka
2.      Sebagai referensi bacaan bagi pihak-pihak pemerhati pendidikan dalam mengkaji pola kebijakan pendidikan gratis



II.    KAJIAN PUSTAKA
Mutu pendidikan suatu bangsa menceminkan mutu SDM-nya. Pendidikan yang berkualitas sangat menunjang laju pertumbuhan dan perkembangan pembangunan. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan penyebaran penduduk yang di setiap pulaunya belum merata sehingga akses untuk tumbuhnya pendidikan yang memadai belum mampu dirasakan oleh setiap masyarakat.
 Sehubungan dengan hal tersebut, sebagai contoh di beberapa daerah di Indonesia sepert pedalaman Pulau Papua menunjukkan bahwa jumlah anak-anak usia sekolah yang dapat mengeyam pendidikan masih sangat minim. Begitu pula dengan kehidupan masyarakat di pulau Kalimantan misalnya, kendala geografis menjadi faktor penghambat keinginan sehingga minat anak untuk bersekolah menjadi sangat rendah. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian anak-anak Indonesia yang berada di pelosok Nusantara harus berjalan kaki, mendaki bukit, atau menyeberang sungai hanya untuk bersekolah di lokasi yang jauh dari tempat tinggalnya.
Rendahnya pemahaman orang tua mengenai pentingnya pendidikan masih menjadi kendala. Tidak sedikit orang tua yang menginginkan anaknya untuk bekerja lebih dini ketimbang mendapatkan pendidikan yang layak. Orang tua yang berpikiran konservatif masih menganggap bahwa kekayaan secara materi akan lebih membanggakan ketimbang anaknya harus bergeleut dengan pendidikan yang tidak jelas ke mana arahnya dan yang lebih memperparah adalah pikiran-pikiran orangtua yang menganggap bahwa tanpa pendidikan pun seseorang akan bisa menjadi orang yang sukses.
Faktor penghambat yang berikutnya adalah faktor ekonomi. Jutaan anak Indonesia tidak bersekolah atau putus sekolah karena kesulitan keuangan yang dialami oleh orangtua sehingga anak terpaksa harus memasuki dunia kerja dengan masa yang sangat dini. Tingginya tingkat kemiskinan dan rendahnya pendidikan merupakan hal yang saling berkaitan satu sama lain.
Sebagai sebuah bangsa yang besar ditinaju dari sumber daya manusia dan sumber daya alam, seharusnya masalah kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah merupakan sesuatu hal yang bisa ditanggulangi tanpa harus mengalami kendala yang berarti. Pengelolaan sumber daya alam selayaknya ditangani oleh sumber daya manusia yang cerdas, berpengalaman, serta profesional. Semuanya ini hanya dapat diperoleh dengan kesadaran bahwa pendidikan merupakan sesuatu yang mutlak dan wajib bagi semua masyarakat Indonesia.

 
Pembangunan di segala bidang kehidupan termasuk pembangunan sektor riil dan infrastruktur membutuhkan dana yang tidak sedikit serta tenaga yang ahli dalam pelaksanannya. Faktanya, kebergantungan tenaga asing dalam pengelolaan pembangunan masih sangat besar. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih sangat rendah. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa perusahaan-perusahan besar seperti PT. Freeport, INCO, PT. ANTAM, dan lain sebagainya masih banyak mengimport tenaga asing untuk dipekerjakan sebagai tenaga ahli. Sedangkan, mayoritas penduduk lokal yang berada di sekitar kawasan perusahaan tersebut hanya mampu menjadi buruh kasar.
Dengan demikian jika hal ini terjadi secara terus menerus, maka pembangunan untuk menjadi bangsa yang mandiri akan sulit tercapai. Pembangunan tanpa kemandirian hanya akan menimbulkan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya manusia dan sumber daya alam yang memberi dampak terhadap pembangunan itu sendiri, karena akan menimbulkan stagnasi dan efek pembodohan serta hanya memberikan keuntungan pada negara-negara lain yang mempunyai pengaruh besar .
Pembangunan nasional yang dilaksanakan bangsa Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan pembangunan yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan Pancasila sila ke lima. Pembangunan yang dilaksanakan itu meliputi beberapa sektor. Salah satu di antaranya adalah pembangunan di bidang pendidikan.

 
Masalah pokok pendidikan di Indonesia saat ini masih berkisar pada soal pemerataan kesempatan, relevansi, kualitas, efisiensi dan efektivitas pendidikan. Sesuai dengan masalah pokok tersebut serta memperhatikan isu dan tantangan yang dihadapi pada masa kini dan kecenderungan dan kecenderungan dimasa depan, maka dalam rangka meningkatkan kualitas Human Resource Development dan Human Capacity Development untuk mengatasi persoalan dan menghadapi tantangan itu, perlu diciptakan pendidikan yang unggul yaitu pendidikan yang dapat mengembangkan potensi dan kapasitas siswa secara optimal.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan merupakan hak dari setiap warga Negara sebagaimana amanat UUD 1945 pasal 31. Meningkatnya partisispasi pendidikan dan setiap penduduk merupakan salah satu indicator penting penilaian keberhasilan pembangunan. Dengan demikian salah satu permasalahan pokok pada bidang pendidikan terletak pada akses masyarakat dalam mendapatkan layanan pendidikan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
A.    Dasar Hukum Pendidikan Gratis
Mengingat pentingnya peranan program pendidikan gratis tersebut dalam menjamin bekal pendidikan bagi generasi muda bangsa ini terutama sebagai jaminan bagi kalangan ekonomi kelas bawah dalam mengakses layanan pendidikan, maka diperlukan payung hukum yang kuat sebagai landasan kebijakan agar program pendidikan gratis ini dapat terus berkelanjutan.
Landasan kebijakan ini didasarkan atas pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945 yang kemudian secara eksplisit tertuang dalam undang-undang SISDIKNAS, peraturan pemerintah maupun peraturan daerah, antara lain sebagai berikut :
1.      UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2.      UU RI No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
3.      UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
4.      UU BHP No. 9 tahun 2009
5.      PP RI No 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahanan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
6.      PP RI No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
7.      PP RI No 48 Tahun 2008  Tentang Pendanaan Pendidikan (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
Lebih lanjut dalam undang-undang SISDIKNAS  dijelaskan sebagai berikut :
  1. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
  2. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
Kemudian dalam peraturan pemerintah nomor 48 tahun 2008 pasal 2, dijelaskan sebagai berikut :
  1. Pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

  2.  
    Masyarakat sebagaimana dimaksud meliputi penyelenggara atau satuan pendidikan yang didirikan masyarakat; peserta didik, orang tua atau wali peserta didik; dan pihak lain yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
B.     Kebijakan Pendidikan Gratis
Kebijakan untuk menambah anggaran untuk pos pendidikan menjadi 20% dari total anggaran sebagai kompensasi dari dikuranginya subsidi untuk BBM (Bahan Bakar Minyak), merupakan batu loncatan terwujudnya pendidikan gratis di Indonesia dari yang sebelumnya hanya sekedar wacana. (Ariesstyanto : 2005)
Pemerintah melihat bahwa masalah kemiskinan di Indonesia dapat diatasi dengan penciptaan kesempatan kerja, yang bertumpu pada program peningkatan kualitas hidup masyarakat. Parameter dari kualitas hidup masyarakat adalah penghidupan yang layak, tingkat kesehatan serta skill yang handal. Ketiga parameter tersebut saling menunjang dalam membangun kualitas hidup masyarakat demi terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Untuk mencapai ketiga parameter tersebut pemerintah kemudian berkonsentrasi untuk pelayanan masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan.
Pembangunan di bidang pendidikan dilakukan secara bertahap, diawali dengan upaya mensukseskan program wajib belajar (WAJAR) 9 tahun dengan memberikan subsidi biaya operasional bagi pelajar SD dan SMP baik dalam bentuk dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) maupun dana Pendidikan Gratis sebagai dana pendamping, sehingga diharapkan siswa akan terbebas dari pungutan biaya operasional sekolah, pemberian beasiswa bagi siswa SMA dan SMK, serta peningkatan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan lembaga-lembaga kursus, dan lain sebagainya. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)


C.     Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Khusus untuk program pendidikan gratis melalui subsidi biaya operasional sekolah, perlu dikaji lebih lanjut. Pada dasarnya program ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Dalam penerapannya di lapangan secara khusus dana BOS ini bertujuan untuk :
1.      Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya  operasi sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta
2.      Menggratiskan seluruh siswa SD negeri dan SMP negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada sekolah bertaraf internasional (SBI) dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)
3.      Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta (Suyanto : 2009)
Dalam PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Dalam bagian ini akan diuraikan jenis-jenis biaya pendidikan sesuai dengan PP Nomor 48 Tahun 2008 tersebut. Biaya pendidikan dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu Biaya Satuan Pendidikan, Biaya Penyelenggaraan dan/atau Pengelolaan Pendidikan, serta Biaya Pribadi Peserta Didik.
1. Biaya Satuan Pendidikan adalah biaya penyelenggaraan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan yang meliputi:
a.       Biaya investasi adalah biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap.
b.      Biaya operasional, terdiri dari biaya personalia dan biaya nonpersonalia. Biaya personalia terdiri dari gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji. Biaya nonpersonalia adalah biaya untuk bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dll.
c.       Bantuan biaya pendidikan yaitu dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang orang tua atau walinya tidak mampu membiayai pendidikannya.
d.      Beasiswa adalah bantuan dana pendidikan yang diberikan kepada peserta didik yang berprestasi.
2. Biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan adalah biaya penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara/satuan pendidikan yang didirikan masyarakat.
3.      Biaya pribadi peserta didik adalah biaya personal yang meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
Dana BOS tersebut diperuntukkan untuk sekolah-sekolah sbb:
a.       Semua sekolah SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT negeri wajib menerima dana BOS. Bila sekolah tersebut menolak BOS, maka sekolah dilarang memungut biaya dari peserta didik, orang tua atau wali peserta didik.
b.      Semua sekolah swasta yang telah memiliki ijin operasional yang tidak dikembangkan menjadi bertaraf internasional atau berbasis keunggulan lokal wajib menerima dana BOS.
c.       Bagi sekolah yang menolak BOS harus melalui persetujuan orang tua siswa melalui komite sekolah dan tetap menjamin kelangsungan pendidikan siswa miskin di sekolah tersebut.
d.     

 
Seluruh sekolah yang menerima BOS harus mengikuti pedoman BOS yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
e.       Sekolah negeri kategori RSBI dan SBI diperbolehkan memungut dana dari orang tua siswa yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah. Pemda harus ikut mengendalikan dan mengawasi pungutan yang dilakukan oleh sekolah tersebut agar tercipta prinsip pengelolaan dana secara transparan dan akuntabel.
f.       Sekolah negeri yang sebagian kelasnya sudah menerapkan sistem sekolah bertaraf RSBI atau SBI tetap diperbolehkan memungut dana dari orang tua siswa yang mampu dengan persetujuan Komite Sekolah, serta menggratiskan siswa miskin. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
D.    Alokasi dana BOS
Kebijakan dasar alokasi dana BOS untuk pelaksanaan program BOS tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a.    Biaya satuan BOS, termasuk BOS Buku, untuk tiap siswa/tahun mulai Januari 2009 naik secara signifikan menjadi: SD di kota Rp 400.000, SD di kabupaten Rp 397.000, SMP di kota Rp 575.000, dan SMP di kabupaten Rp 570.000.
b.    Dengan kenaikan kesejahteraan guru PNS dan kenaikan BOS sejak Januari 2009, semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah, kecuali RSBI dan SBI.
c.    Pemda wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan kepada siswa mampu.
d.   Pemda wajib menyosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS tahun 2009 serta menyanksi kepada pihak yang melanggarnya.
e.    Pemda wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD bila BOS dari Depdiknas belum mencukupi. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
Namun perlu juga di ketahui bahwa dengan diterapkannya program dana BOS bukan berarti menghalangi menghalangi peserta didik, orang tua, atau walinya maupun seseorang atau kelompok,organisasi atau perusahaan memberikan sumbangan sukarela yang tidak mengikat kepada sekolah dengan tujuan untuk membantu kelancaran dan keberhasilan, dalam proses belajar mengajar di sekolah yang bersangkutan. (www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009)
E.     Pola Kebijakan Pendidikan Gratis
Satu hal menarik yang perlu dikaji dalam kebijakan program pendidikan gratis ini adalah adanya azas sama rata sama rasa yang diterapkan dalam sistem pembiayaan di sekolah negeri, tanpa pernah memandang strata ekonomi dan sosial dalam menentukan biaya pendidikan. Sehingga yang terjadi adalah seluruh masyarakat menikmati fasilitas yang sama tidak memandang apakah ia berasal dari keluarga yang kaya, menengah, dan miskin. (Ariesstyanto : 2005)
Sudah menjadi fakta lapangan bahwa bergulirnya program pendidikan gratis ini hanyalah komoditas politik semata, yang pemerintah merasa perlu untuk memberikan kompensasi politik bagi masyarakat. Direalisasikanlah pendidikan gratis ini tanpa mengkaji secara matang bagaimana kekuatan perekonomian saat ini maupun prediksi di masa depan yang berkontribusi langsung terhadap struktur anggaran. Sehingga yang terjadi adalah terjadinya over investment pada satu sisi pos anggaran pendidikan yang tentu akan sangat memberatkan anggaran negara. (Sunaryono : 2005)
Pendidikan gratis yang pada awalnya dibiayai dari kompensasi pengurangan subsidi BBM, ternyata sekarang ini sebagian besar dananya merupakan pinjaman dari bank dunia dan debitur negara asing. Sementara kekuatan ekonomi kita masih sangat labil dalam menghadapi krisis moneter global yang terjadi. Ini baru untuk anggaran pos pendidikan belum untuk pos lainnya seperti kesehatan, bantuan BLT, pemerintah seperti kebablasan dalam menjamin anggaran kita dari hasil pinjaman luar negeri. Bagaimana jika terjadi krisis moneter hebat seperti yang terjadi pada tahun 1998-1999, bisa-bisa program pendidikan gratis ini terhenti, padahal sangat dibutuhkan oleh masyarakat miskin. Belum lagi permasalahan internal seperti tingginya tingkat korupsi, GNP yang rendah, dan kompleksitas permasalahan ekonomi lainnya yang dapat mengganggu struktur anggaran yang ada. (Suyanto : 2009, Supriyoko : 2007)
Karena itu yang dibutuhkan adalah pemerintah perlu menata kembali struktur pendanaan pendidikan yang lebih berpihak pada masyarakat miskin dan tidak memberatkan struktur anggaran yang ada, karena tidak tepat kiranya jika azas sama rata diterapkan kepada seluruh pelajar tanpa memandang background kemampuan ekonomi keluarganya. Tidak salah jika pemerintah membuat kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat kecil dalam memberikan hak-hak pendidikan, sehingga yang secara tegas harus gratis di sini adalah siswa yang berasal dari keluarga tidak mampu. (Priyono : 2008)
Penggratisan yang dilakukan pemerintah saat ini sebaiknya dilakukan secara terbatas mengingat minimnya anggaran yang dimiliki untuk menggratiskan seluruh siswa. Penataan kebijakan ini diharapkan dapat menjamin berkesinambungannya program pendidikan gratis yang tepat sasaran tanpa menambah beban berat anggaran negara, dan tanpa harus terlalu banyak tergantung pada pinjaman luar negeri yang bisa mengancam kestabilan perekonomian negara kita.









 
 

III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kompleksitas permasalahan baik dari sisi ekonomi maupun kependudukan yang terjadi di Indonesia mendorong pemerintah untuk mengkaji inti permasalahan, bagaimana masyarakat tidak mampu bertahan menghadapi monetary crisis yang terjadi adalah rendahnya skill masyarakat. Dari inti permasalahan tersebut serta mencermati kondisi perekonomian masyarakat, pembangunan sumber daya manusia hanya dapat dilakukan melalui program pendidikan gratis sebagai solusi jangka panjang.
Kebijakan untuk menambah anggaran untuk pos pendidikan menjadi 20% dari total anggaran sebagai kompensasi dari dikuranginya subsidi untuk BBM (Bahan Bakar Minyak), merupakan batu loncatan terwujudnya pendidikan gratis di Indonesia dari yang sebelumnya hanya sekedar wacana. Namun yang terjadi sekarang ini adalah bahwa pendidikan gratis ternyata dianggarkan dari utang luar negeri yang sangat besar jumlahnya.
Selain itu penerapan azas sama rata sama rasa yang diterapkan dalam sistem pembiayaan di sekolah negeri, tanpa pernah memandang strata ekonomi dan sosial dalam menentukan biaya pendidikan,  sehingga yang terjadi adalah seluruh masyarakat menikmati fasilitas yang sama tidak memandang apakah ia berasal dari keluarga yang kaya, menengah, dan miskin. Karena itu yang terjadi adalah adanya over investment pada anggaran pendidikan yang ternyata tidak sepenuhnya tepat pada sasaran.
B.     Saran
Pemerintah perlu menata kembali struktur pendanaan pendidikan yang lebih berpihak pada masyarakat miskin dan tidak memberatkan struktur anggaran yang ada, karena tidak tepat kiranya jika azas sama rata diterapkan kepada seluruh pelajar tanpa memandang background kemampuan ekonomi keluarganya. Penggratisan yang dilakukan pemerintah saat ini sebaiknya dilakukan secara terbatas mengingat minimnya anggaran yang dimiliki untuk menggratiskan seluruh siswa. Penataan kebijakan ini diharapkan dapat menjamin berkesinambungannya program pendidikan gratis yang tepat sasaran tanpa menambah beban berat anggaran negara, dan tanpa harus terlalu banyak tergantung pada pinjaman luar negeri yang bisa mengancam kestabilan perekonomian negara kita.






                                                                                                          













 
 

DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Sunaryono, 2005. Pendidikan Gratis Mungkinkah?. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009
Nugroho, Arissetyanto, 2005. Kebijakan Komprehensif Biaya Pendidikan. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009
 Priyono, Edi, 2008. Perangkap Pendidikan Gratis. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009
Supriyoko, 2007. Problema Pendidikan Gratis. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009
Suyanto, 2009. Bantuan Operasional Sekolah Tahun 2009. Dirjen Mendikdasmen Depdiknas. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009
______________ Kebijakan Pendidikan Gratis Diksar 2009. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009
______________ Panduan BOS 2009. (online). www.pdf-search-engine.com. Diakses pada tanggal 22 Agustus 2009